BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Eritroderma adalah istilah yang
biasa dipakai untuk setiap inflamasi pada penyakit kulit yang mempengaruhi
>90% permukaan tubuh. Dermatitis eksfoliatif merupakan sinonim yang biasa
digunakan.1,2
Sebuah studi
dari belanda memperkirakan kejadian eritroderma tiap tahun adalah 0,9 per 100.000
penduduk.1
Pada studi lain
didapatkan dari 51 anak dengan eritroderma, 30% terdiagnosis dengan
imunodefisiensi. Angka kematian berjumlah 16% dan biasanya terkait dengn
imunodefisiensi.2
Pada
perbandingan pasien dengan dan tanpa infeksi HIV, eritroderma pada HIV (+)
paling sering berhubungan dengan reaksi obat (40,6%), pada HIV (-) reaksi obat
hanya berpengaruh sebanyak 22,6%.
Etiologi
eritroderma sebagai berikut:1,3
No
|
Etiologi
|
Prevalensi (%)
|
1
|
Kelainan
herediter
|
1,0
|
2
|
Psoriasis
|
25,0
|
3
|
Eczema
|
40,0
|
4
|
Obat
(penisilin dan barbiturat)
|
10,0
|
5
|
Pemphigus
|
0,5
|
6
|
Limfoma
dan leukemia
|
15,0
|
7
|
Penyakit
kulit lain:
- Lichen
planus
- Dermatophytosis
- Skabies
krusta
- Dermatomyositis
|
0,5
|
8
|
Tidak
diketahui
|
8,0
|
Tabel 12. Etiologi eritroderma
Patogenesis terjadinya eritroderma tergantung
penyakit yang mendasari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada eritroderma
terdapat teori imunopatogenesis yang melibatkan Staphylococcus dengan mengkode superantigen dari toksin tersebut.
Toksin ini akan menyebabkan timbulnya toxic
shock syndrome dan staphylococcal
scalded skin syndrome.4
Teori lain juga mengatakan bahwa tingginya kadar
imunoglobulin E (IgE) dapat ditemukan pada eritroderma dan untuk masing-masing
tipenya memiliki kadar yang berbeda-beda. Misalnya, pada teori dikatakan bahwa
tingginya kadar IgE pada eritroderma e.c. psoriasis mungkin disebabkan karena
perubahan Th1 menjadi Th2 dengan memproduksi sitokin-sitokin yang bersifat
toksik. Mekanisme lain juga bisa terjadi karena adanya overproduksi primer dari
IgE pada dermatitis atopic. HyperIgE syndrome dihubungkan dengan kejadian
eritroderma, dimana produksi IgE yang berlebih juga akan mensekresi interferon-ˠ
secara berlebih.4
Pada eritroderma dapat ditemukan adanya respon
metabolik, dimana terjadi kehilangan panas dalam jumlah besar akibat dilatasi
(pelebaran) pembuluh darah kapiler, dan juga terjadi kehilangan cairan tubuh
melalui proses konveksi. Pada eritroderma kronis juga dapat terjadi gagal
jantung, hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang
makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Kehilangan cairan tubuh sampai 9
gr/m2 dari jumlah cairan tubuh total per hari sehingga keadaan ini
dapat menyebabkan kehilangan albumin serum. Akibatnya, akan terjadi
hipoproteinemia yang menyebabkan timbulnya edema pada ektremitas bagian bawah
karena disebabkan oleh pergeseran cairan ke ruang ekstravaskular.5
Jenis-jenis erytroderma berdasarkan penyebabnya
sebagai berikut:
1.
Erytroderma
erupsi obat
Erupsi obat
adalah perubahan-perubahan pada kulit dan membran-membran mukosa yang terjadi
sebagaimana efek-efek samping yang tidak digunakan setelah pemberian obat
dengan dosis yang normal dan biasa yakni
setelah pemberian oral, intrakutan, subkutan, intramuskular, intravena
dan juga setelah intralesi atau absorpsi obat-obatan melalui kuli dan membran
mukosa.6
Erytroderma
reaksi obat sekitar 10% dari semua jenis erytroderma. Jenis obat yang diduga
menjadi penyebab terjadinya efek samping obat pada kulit yaitu obat antibiotika(52,6%),
obat analgesik antipiretik (10,5 %), anti inflamasi non steroid (10,5%), dan lain-lain (tabel 1). Setelah
makan beberapa jenis obat, penyakit mulai dengan papul erytema. Erytema
menyebar sangat cepat sampai menyebabkan permukaan kulit menjadi eritema merah
terang. Obat yang menyebabkan erytroderma harus dihentikan. Steroid oral dan
terapi denyut efektif pada awal fase. Meskipun pada kebanyakan kasus relatif
segera berubah setelah obat kausatif dihentikan. Likenifikasi dapat berlanjut untuk
waktu yang lama. Drug induced hypersensitivitas syndrome (DHIS) adalah erupsi
obat yang persisten dengan gagal organ yang dapat juga merupakan penyebab
erytroderma.6,7
Eritroderma akibat alergi obat mempunyai gambaran
klinis eritema universal (>90 % luas kulit). Pada stadium penyembuhan baru
terlihat skuama, timbulnya akut, keluhan lebih gatal dibandingkan eritroderma
penyebab lain. Pada beberapa penderita bisa berkembang menjadi sindroma sezary.2
Tabel
13. Obat penyebab erytroderma6
No
|
Obat
|
No
|
Obat
|
1
|
Antibiotik
|
7
|
Karbamazepin
|
2
|
OAINS
|
8
|
Simetidin
|
3
|
Allopuronil
|
9
|
Gold
|
4
|
Lithium
|
10
|
Quinidine
|
5
|
Phenytoin
|
11
|
Dan lain-lain
|
6
|
Kalsium chanel bloker
|
|
|
2.
Eritroderma ekzema
Eritroderma eczema
didapatkan pada sekitar 50% dari semua kasus eritroderma. Walaupun frekuensi
terbanyak didapatkan pada pria dengan usia tua. Sebenarnya dapat ditemukan pada
semua umur dengan dermatitis atopik. Dermatitis atopik dan variasi tipe dari
eczema generalisata menjadi eritroderma yang dipengaruhi oleh faktor intrinsik
dan ekstrinsik. Factor intrinsic meliputi disfungsi dari sel T, liver atau
ginjal, paranephrotik dan distonia autonomik.1
Factor instrinsik yaitu
pengobatan eczema yang tidak sesuai dengan perubahan lingkungan. Kemerahan,
edema dan bersisik merupakan gambaran klinik yang lebih tampak di kulit. Gejala
sistemik yang muncul seperti demam, dehidrasi, kekurangan protein, instabilitas
suhu tubuh dan infeksi oportunistik. Atrofi kulit, pigmentasi, skuama halus dan
kulit terang menjadi gambaran erupsi dan menjadi kronik. 1
Eritroderma eczema biasanya
disebabkan oleh dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis seboroik dan
dermatitis autosensitisasi. Steroid
topikal merupakan pengobata yang efektif. 1
3.
Eritroderma psoriasis
Psoriatic
exfoliative dermatitis dapat terjadi pada penggunaan
steroid, fototerapi, alkohol, dan stres. Erupsi psoriatik topikal sering
merupakan sisa pada eritema. Deformitas kuku sering terjadi. Treatmen
siklosporin oral atau etretinate (derivat vitamin A) adalah treatmen yang
dibutuhkan pada beberapa kasus.6
4.
Erytroderma
tumor
T-cells lymphoma (seperti mycosis
fungoides, Sezary syndrome), T-cell
leukemia pada dewasa, Hodgkin’s
disease, leukemia limfositik kronik merupakan penyakit primer dari tumor
eritroderma. Pemeriksaan secara sistemik penting untuk mendeteksi lesi yang
lebih dalam, sehingga dapat ditemukan eritema disertai rasa gatal yang hebat di
seluruh tubuh dan terdapat pembesaran kelenjar getah bening. Penyakit primer
ini dapat diidentifikasi dan diobati.6
5.
Erytroderma
penyebab lain
a.
Dermatosis bullous; pemfhigus foliaceus dan dermatitis herpetiformis bisa berkembang menjadi
eritroderma. Pemeriksaan histopatologi dan tes antibodi dengan imunofloresensi
langsung dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit ini.6
b.
Keratosis
herediter; nonbullous congenital
ichthyosiform erythroderma, diffuse erythema, scaling dan hyperkeratosis terjadi pada saat
kelahiran atau beberapa minggu setelah lahir.6
c.
Penyakit
infeksi; eritroderma pada pasien-pasien immunocompromised
seperti AIDS. Scabies, tinea, candidiasis dan infeksi virus seperti campak dan
rubella bisa menjadi eritroderma. Sedangkan pada anak-anak Staphylococcal scalded-skin syndrome (SSSS) dapat berkembang
menjadi eritroderma.6
Eritroderma sering
muncul dengan onset mendadak, bisa disertai dengan demam, menggigil dan
malaise. Eritema meluas dengan cepat dan universal dalam 12-48 jam. Gatal
muncul setelah 2-6 hari, biasa berawal dari bagian tubuh yang berlipat, tetapi
sangat bervariasi dalam derajat dan karakter dari kasus ke kasus. Gatal dapat
memberat, pada tahap ini kulit menjadi merah terang, panas kering dan terjadi
penebalan. Pada sebagian besar pasien didapatkan limfadenopati dan hepatomegali.1,8
Intensitas eritema
dapat berfluktuasi selama periode beberapa hari atau bahkan beberapa jam.
Iritasi kadang-kadang berat. Pada kondisi kronik kulit kepala dan rambut tubuh
bisa hilang, kuku menebal dan bergerigi, wajah ektropion, kulit bagian
periorbital meradang dan udem, dapat juga terjadi gangguan pada pigmen, berupa
hilangnya pigmen, ini terutama pada orang kulit hitam. Pengaturan suhu tubuh juga tergganggu
sehingga pada pasien sering mengalami hipotermi karena kehilangan panas tubuh
melalui permukaan kulit.1,8
Untuk menegakkan
diagnosis eritroderma dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Eritroderma mudah dikenali tetapi sulit untuk mengetahui penyebabnya. Riwayat
yang sering dapat membantu identifikasi adalah penyakit herediter, reaksi obat,
psoriasis, dan lain-lain. tetapi beberapa kasus dapat terjadi mendadak dan
tidak ada riwayat yang seperti telah disebutkan di atas.1,7
Pada kasus yang sulit,
dapat dilakukan biopsi kelenjar getah bening, tetapi harus diberitahukan
terlebih dahulu pada ahli patologi bahwa sediaan diambil dari pasien
eritroderma, agar interpretasi histologisnya akurat. Gambaran umum dimodifikasi
sesuai dengan sifat dari setiap penyakit yang mendasari, usia dan kondisi fisik
umum. Pemeriksaan histologi sangat membantu, tetapi tidak spesifik.1,7
Terapi di rumah sakit
sangat penting, terutama pada fase akut dan kasus yang berat, karena pasien
mungkin berubah menjadi masalah medis umum yang serius. Pada kasus ini
keseimbangan protein dan elektrolit, sirkulasi, dan temperatur harus dijaga
secara terus-menerus. Suhu lingkungan harus diatur hati-hati. Suhu dingin dan
panas harus dihindari dengan menggunakan selimut.1
Kadar urea dan
elektrolit dan keseimbangan cairan harus dimonitor. Intake cairan yang adekuat
harus terpenuhi, tetapi jika terjadi edema, diuretik dan atau infus plasma
harus dipertimbangkan. Terapi gagal jantung harus diterapi jika itu terjadi. Kemungkinan
erytroderma yang terjadi adalah karena reaksi obat harus selalu dipikirkan
dalam setiap kasus dan semua obat yang tidak esensial harus diambil.1
Inflamasi kutaneus
seharusnya diterapi pertama kali dengan
krim emolsion yang dingin atau dengan topikal steroid ringan. Kebanyakan pasien
akan membaik dalam seminggu atau dua minggu dengan menggunakan pengobatan ini.1 Jika
pengobatan topikal digunakan harus diingat fungsi barier dari kulit
erytrodermik sangat berkurang. Pada kondisi ini berpotensial berbahaya karena
pengobatan topikal, seperti asam salisilat, kortikosteroid atau analog vitamin
D akan menyebabkan paparan sistemik lebih tinggi kemudian mengharapkan menjadi
lebih baik pada keadaan yang lain.1
Banyak dermatologis
lebih suka menggunakan steroid sistemik jika memungkinkan karena berbahaya pada
retensi cairan, infeksi sekunder, diabetes. Tetapi pada beberapa kasus
persisten mungkin menjadi kebutuhan. Pada kondisi ini beberapa bukti yang
menggunakan steroid sistemik atau steroid topikal pada erytroderma psoriasis
mungkin menyebabkan terjadinya pustul. Pada kasus seperti ini, methotrexate
dosis rendah, asitretin atau siklosporin mungkin dapat menjadi alternatif.
Topikal Tar dan terapi UV seharusnya dihindarkan pada erytroderma psoriasis.1
Antibiotik digunakan
untuk mengontrol infeksi sekunder. Kolonisasi S. Aureus di kulit
mungkin dapat menyebabkan erytroderma. Terapi standar pada limfoma kutaneus
erytroderma masih menjadi perdebatan. Pilihan pengobatannya terdiri atas
steroid sistemik, PUVA, radioterapi, nitrogen topikal, dan kemoterapi sistemik.1
Eritroderma merupakan
suatu keadaan serius yang menjadi masalah. Selain itu penyakit ini sangat
berbahaya jika dialami pada usia tua. Dilaporkan bahwa angka kematiannya 18
sampai dengan 64% tapi dengan adanya kemajuan dalam bidang pengobatan modern,
angka tersebut mengalami penurunan.1
Bentuk eritroderma yang
paling sering ditemukan adalah eksematous dan psoriatik. Biasanya berlangsung hingga
berbulan-bulan, bertahun-tahun dan atau mengalami relaps. Penyakit atau
gangguan metabolik dapat beresiko serius seperti hipotermia, dekompensasi
cordis, kegagalan sirkulasi perifer dan tromboplebitis. Penyebab kematian
tersering pada pasien dengan eritroderma
adalah pneumonia, sepsis, dan gagal jantung. Pada pasien dengan usia tua
komplikasi dapat berkembang seperti infeksi, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit dan gagal jantung yang meningkatkan mortalitas.1
Pengobatannya juga
dapat menjadi masalah, terutama pengobatan steroid sistemik dan immunosuppresan
lainnya.1
DAFTAR
PUSTAKA
1. Burns
T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s text book of dermatology. Vol.1; 8th
ed. Singapore; Willey Blackwell,2010. p.23,46-7, 23,49
2. James
W, Berger T, Elston D. Andrws’ disease of the skin clinical dermatology. 10th
ed. Saunders Elsevier,2006. p.226-7.
3.
Wolff K, Johnson RA. Mites
bites and infestations. Fitzpatrick’s
color atlas & synopsis of clinical
dermatology. 6th ed. Mc graw hill: New York; 2009. p.165
4.
Wolf K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Arthropod bites and stings. Fitzpatrick's dermatology in general medicine.
7th ed. Mc graw hill: New York; 2008. p.225-7
5.
Weller R, Hunter J, Savin J,
Dahl M. Infestations. Clinical dermatology. 4th
ed. Blackwell Publishing: Australia; 2008. p.357
6.
Shimizu H.
Erythroderma. Textbook of dermatology. Nakayama
shoten publishers: Japan; 2007. p.122-5
7. Amiruddin
D. Ilmu penyakit kulit. Makassar; Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK
UNHAS: 2003. p:
8. Haunter
J, Savin J, Dahl M. Clinical dermatology. 3th ed. Australia;
Blackwell,2003. p.69.
0 komentar:
Posting Komentar